Sebenarnya menurut saya pribadi judul diatas tidak terlalu pantas untuk disebutkan, karena terlalu mendeskritsikan politik di Indonesia dan terlalu menyalahkan sistem politik di Indonesia. Tapi begitulah informasi yang saya baca dan dapatkan dari sebuah media cetak informasi terkemuka di Indonesia, Koran Kompas. Tapi di sini hanya sebagai penikmat berita di Indonesia dan kebetulan mendapatkan berita politik. Langsung saja pokok masalahnya, mengapa ada kesalahan politik yang dianggap fatal tersebut, berikut ceritanya :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara, Pembukaan UUD 1945 identik Piagam Jakarta. Ini anggapan salah saat konsensus nasional terbentuk dan dirumuskan dalam UUD kita pada tahun 2000. Pada tahun 1945 Piagam Jakarta tidak masuk dalam rumusan UUD 45 karena para pendiri NKRI cemas apabila itu dimasukkan, Indonesia bagian timur dan utara akan keluar dari ikrar persatuan dan kesatuan. Tahun 2008 kesalahan itu melanggar konsensus nasional yang tertuang dalam UUD kita. Jaminan dan perlindungan atas kebebasan beragama yang tertuang dalam pasal-pasal hak asasi UUD kita adalah hak asasi yang tidak boleh dikesampingkanm dalam keadaan apapun.
2. Massa agama yang berdemonstrasi mencerminkan kekuatan politik. Ini salah, karena jumlah pemilih partai politik beraliran agama kian mengecil. Pengecilan pengaruh politik diiringi mengerasnya suara. Yang kehilangan sesuatu selalu lebih keras suaranya ketimbang yang mendapat sesuatu. Demo juga belum tentu mencerminkan ideologi mereka yang turut berdemo. Uang tak jarang berperan memobilisasi massa di kalangan orang miskin yang kini makin miskin (seperti lagunya Rhoma Irama… yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin). Poling di kebanyakan negara memilih untuk hidup yang layak sekarang daripada memilih kehidupan surga nanti.
3. Bertindak secara keras terhadap kekerasan massa merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Yang melanggar HAM bukan tindakan keras mencegah, melerai dan menghukum mereka yang menggunakan kekerasan. Yang melanggar HAM adalah tindakan yang tidak proporsional dibandingkan dengan kekerasan yang ditindak. Yang melanggar hak asasi adalah penggunaan excessive force, kekerasan yang berlebihan (lebay), bukan kekerasan untuk menghentikan kekerasan. Kewajiban utama negara dan alatnya adalah the duty to protect, kewajiban melindungi. Seperti melindungi dan membela kasus Manohara Odelia Pinot, Prita Mulyasari dan para TKW dan TKI Indonesia di luar negeri. Dan yang wajib dilindungi ialah yang lemah, yang haknya di injak-injak, yang di dzalimi, yang minoritas, tak berdaya, serta yang kebebasan berpendapat dan berkeyakinannya diancam dan dikekang.
4. Mengecam penyimpangan terhadap asas-asas Pancasila berisiko kehilangan dukungan mereka yang dikecam. Dan yang dikecam itu minoritas politik yang bersuara besar. Dan juga, polling dunia yang memantau denyut jantung pemilih membuktikan, anggapan ini salah. Pemilih tak lagi berorientasi pada aliran. Mereka lebih menuntut bukti peninggalan kesejahteraan. Dan juga, Ideologi itu penting. Namun, jika harus memilih ideologi atau sesuap nasi, rakyat kebanyakan lebih memillih hidup yang berkecukupan. Loyalitas pemilih beralih pada yang berjanji lebih nyata. miris
5. Mengambil sikap untuk “tidak bersikap” adalah bijaksana. Dari semua kesalahan politik yang fundamental, mungkin inilah kesalahan terbesar. Tahun-tahun menjelang Oktober 1965 sekelompok surat kabar angkat bicara tentang penyelewengan terhadap doktrin Sukarno dan Pancasila. Mereka bergabung dalam Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS). Atas desakan PKI, Sukarno membubarkan PKI. Mayoritas kalangan diam akan hal itu. Manifesto kebudayaan lahir dan berupaya membebaskan ungkapan seni budaya dari politik sebagai panglima. Dan atas desakan PKI pula, Manifes dilarang. Mauanya apa sih PKI itu. Selanjutnya Masyumi dibubarkan, PSI dibubarkan, Partai Murba dibubarkan. Dan mayoritas orang-orang diam akan hal itu. Kemnudian PKI menuntut agar buruh dan tani dipersenjatai. Mungkin itu juga yang menjelaskan kenapa lambang PKI sabit dan palu. Lalu Cina menawarkan sejumlah besar senjata ringan untuk tujuan itu. Keberangkatan rahasia DN Aidit ke Cina, kemudian Sukarno ke Cina dan juga pembicaraan rahasia dengan Chou En Lai. Desas-desus Dewan Jenderal dan penemuan bukti oleh Chaerul Shaleh bahwa PKI akan merebut kekuasaan. Sukarno sakit dan ketidakpastian politik dan segala rumor-rumor yang ada membuat warga takut. Puncaknya malam pada tanggal 30 September1965. Dalam satu malam, hampir seluruh generale staf TNI dibantai (pasti Anda sudah tahu peristiwa itu). Baru setelah darah mengalir, muncul mahasiswa, kekuatan cadangan bangsa bangsa di kota besar di seluruh Indonesia.
Dikutip dari harian media cetak KOMPAS